Strategi Qantas Berjaya di Era Pandemi>
                     </div>
                     <div class=

Strategi Qantas Berjaya di Era Pandemi

Total kerugian industri penerbangan mencapai USD 174 miliar di akhir 2020 berdasarkan data World Travel and Tourism Council. Ini bisa dipahami mengingat begitu banyaknya pembatalan penerbangan di era pandemi ini. Bahkan industri turisme nyaris lumpuh total.

Nah, hebatnya ketika maskapai-maskapai penerbangan bertumbangan, stok Qantas malah meroket 120 persen sejak Maret 2020. Market value-nya pun membengkak hingga USD 6,7 miliar. Maskapai yang telah berusia satu abad ini tengah menduduki titik ternyaman dan terkuat saat ini.

Market share Qantas kini menempati 74 persen, naik dari 69 persen di bulan Maret 2021. Sebelum pandemi, angkanya hanya 61 persen. Bandingkan dengan American Airlines, misalnya yang hanya menempati 20 persen market share di AS.

Apa kiat sukses Qantas si logo kangguru merah?

Satu, subsidi Pemerintah Australia.
Pemerintah Australia mensubsidi 50 persen bagi 800,000 tiket pesawat domestik. Subsidi ini jelas memberi insentif besar bagi Qantas untuk mempromosikan rute-rutenya. Dan warga Australia juga semakin termotivasi untuk bepergian dengan harga murah meriah.

Dua, aturan border closing.
Warga negara Australia tidak diizinkan untuk keluar dan WNA tidak diizinkan masuk ke Negara Kangguru ini. Ini menutup perjalanan bagi warga yang terbiasa ke luar negeri, sehingga mereka bersubstitusi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata domestik.

Tiga, membuka 45 rute baru.
Dengan meningkatnya wisatawan domestik sebagai dampak positif dari dua kebijakan di atas, dibukalah 45 rute baru penerbangan domestik Qantas. Salah satunya adalah Sydney-Ballina. Kapasitas pesawatnya pun mencapai 80 persen.

Ballina berlokasi di dekat Byron Bay, kota pantai di New South Wales. Kota ini sangat dikenal di kalangan selebritas seperti Chris Hemsworth dan Matt Damon. Rute ini sekarang mengoperasikan 55 kali penerbangan setiap minggu. Bayangkan, ada 44 rute lainnya dengan jumlah penerbangan serupa.

Empat, negara benua identik dengan penerbangan.
Australia yang merupakan negara benua ini memang sangat mengandalkan transportasi penerbangan sejak dulu. Jadi, kebijakan self-containment alias “tidak boleh keluar (bagi warga Australia) dan tidak boleh masuk (bagi WNA)” semakin memperkuat kebutuhan bentuk transportasi ini untuk memobilisasi 26 juta penduduknya.

Lima, kompetitor Virgin Australia yang kolaps.
Virgin Australia tidak sekuat Qantas mengingat manajemennya yang berbeda gaya dan tidak sebaik Qantas. Jadilah ketika Virgin Australia nyaris kolaps, mereka mengajukan permohonan untuk menerima bantuan dari Pemerintah Australia. Pertolongan datang dari Bain Capital yang mengakuisisi maskapai terpuruk tersebut.

Ketika Virgin Australia di-launching kembali oleh Bain, Qantas bekerja sama dengan menggabungkan frequent flier program mereka. Anggota frequent flier Virgin Australia kini dapat menggunakan fast-track dengan Qantas. Jadilah Qantas kembali mendapatkan customer.

Enam, pay freeze dan merumahkan pegawai.
Selama dua tahun, gaji pegawai Qantas dibekukan alias tidak dinaikkan. Selain itu, 8.500 pegawai telah dirumahkan. Jadi, operational costs dapat ditekan sedemikian rupa. Profit menjadi tampak besar dan ini mempengaruhi nilai dividen saham.

Tim manajemen Qantas sendiri telah mencanangkan rencana tiga tahun untuk raising USD 1 miliar dari para investor. Cost-cutting program-nya sendiri diharapkan dapat menghemat A$1 miliar terhitung 2023. Strategi ini bisa jadi akan membawa Qantas kepada posisi maskapai penerbangan yang semakin legendaris di tahun 2023 dan setelahnya.

Akhir kata, perpaduan strategis antara kebutuhan pelangganan, kultur transportasi di suatu negara/wilayah, kebijakan pemerintah yang strategis dan tepat guna, penurunan operational costs, sinergi dengan kompetitor, serta penambahan produk, dapat meningkatkan market value perusahaan. Selain itu, bisa diekspektasikan nilai saham juga meningkat pesat.

Strategi Qantas dan Pemerintah Australia dalam memenangkan perang ekonomi di era pandemi Covid ini dapat dijadikan benchmark. Adaptasikan dengan kondisi dan situasi Anda