Hubungan Kebiasaan dengan kepemimpinan>
                     </div>
                     <div class=

Hubungan Kebiasaan dengan kepemimpinan

“It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abiities.” Kutipan tersebut diucapkan oleh Dumb-tedore dalam Harry Potter and the Chamber of Secrets. Pada akhir tahun kedua Harry Potter di Hogwarts, dia baru saja mengalahkan Tom Riddle ( alias Lord Voldemort ). Namun, Harry agak sedih karena merasa bahwa ia bertumbuh menyerupai penyihir jahat, seperti Tom Riddle.

Tidak. Dumbledore meyakinkannya. Kamu memilih melakukan hal hal baik, tidak seperti Tom Ridlle yang jahat itu. Dia ingin menjadi jahat dan ingin menyakiti orang. Harry tidak. Fakta bahwa kamu memutuskan melakukan hal yang benar ketika tidak harus melakukannya berarti kamu tidak akan berakhir seperti Tom Ridlle. Apa yang ktia pilih untuk melakukannya jauh lebih penting daripada kemampuan yang kita miiliki. Demikian kesimpulan Dumbledore.

Betapa pentingnya pilihan. Selama hidup, kita membuat puluhan hingga ratusan pilihan setiap hari. Kehidupan yang kita jalani pun merupakan akumulasi dari semua pilihan yang kita buat. Hidup anda saat ini adalah cerminan dari semua pilihan yang telah anda buat pada masa lalu.

Setiap pilihan, sekecil apapupun, mengubah jalan hidup kita. Berteman dengan siapa, melanjutkan kuliah atau tidak, bekerja atau memulai usaha, menikah dengan siapa, minum alkohol sebelum mengemudi, menelpon satu lagi calon konsumen sebelum mengakhiri hari. Mengatakan aku mencintaimu atau tidak kepada pasangan. Setiap pilihan memicu perilaku atau tindakan tertentu. Setiap perilaku atau tindakan yang dilakukan secara berulang akan menjadi kebiasaan. Pilihan kita bisa menjadi teman terbaik atau musuh terburuk kita. Pilihan dapat menaantarkan kita ke tujuan atau mengirim kita mengorbit ke galaksi yang sangat jauh.

 

Sadar atau tidak sadar ?

Pertanyaannya, berapa banyak keputusan serta tindakan kita setiap hari yang merupakan buah dari pilihan sadar kita ( concious ) ? kepemimpinan adalah tentang “bangun”, sadar, terjaga. Kebanyakan orang, walaupun tidak menyadarinya, sedang “tertidur”. Bab ini bertujuan membangunkan dan menyadarkan pembaca yang ingin menjadi pemimpin efektif. Tantangan terbesar kita bukanlah tentang kesengajaan membuat pilihan yang buruk, melainkan tentang ketidaksadaran. Seperti kesimpulan seorang guru spriritual dan psycotherapist, Anthony de Mello, “kita berjalan dalam tidur ( sleepwalking ).”

Kita berpikir memiliki kebebasan dan membuat pilihan setiap hari. Kenyataannya, pilihan yang kita ambil sebagian besar didorong oleh pikiran bawah sadar ( sub-conscious ) atau kebiasaan. Dengan kesadaran tersebut, kita akan bertanya pada diri sendiri ( dan dapat menjawab ), “Berapa banyak perilaku yang tidak saya ‘pilih’ secara sadar ? apa yang saya lakukan yang tidak secara sadar saya pilih, tetapi terus saya lakukan setiap hari ?”

Misalnya dalam hidup atau pekerjaan, pernahkah anda tiba tiba membuat pilihan bodoh atau serangkaian pilihan kecil yang akhirnya menyabotse kerja keras dan momentum anda. Semuanya tanpa alasan yang jelas ? anda tidak bermaksud menyabotase diri sendiri, tetapi dengan tidak memikirkan pilihan keputusan anda – menimbang risiko dan hasil yang mungkin terjadi – anda mendapati diri menghadapi konsekuensi yang tidak diingikan. Tidak ada yang berniat dipenjara, mengalami kebangkrutan, kecanduan, atau bercerai, tetapi sering kali ( jika tidak selalu ) konsekuensi tersebut merupakan hasil dari serangkaian pilihan kecil dan buruk yang didorong oleh ketidaksadaran ( sub-consious ). Kesadaran ttg ketidaksadaran itulah yang menjadi awal pembentukan kepemimpinan yang sesungguhnya.

 

Kisah kepemimpian

Eko, pimpinan sebuah perusahaan, melewati lobi pada pukul 08:00 dan melihat ada seorang pengantar makanan sedang menunggu dengan membawa pesanan sarapan seorang pelanggan. Tiga puluh menit kemudian, ia kembali melewati lobi dan melihat pengantar makanan masih di tempat yang sama. Dia bertanya “ apakah dari tadi anda masih membawa pesanan yang sama ?

“ya,” jawabnya

Eko lalu meminta nomor telepon pelanggan yang memesan. Menghubungi dan memintanya segera ke lobi. Setelah mengantar pergi, Eko berbicara empat mata dan menegur anggota timnya karena telah membuat orang yang hidup dengan bergantung pada tip menunggu begitu lama. “Tidaklah kamu sadar, pria ini sama seperti kita, berusaha mencari nafkah. Kamu tidak boleh membuatnya menunggu selama 30 menit, jangan sampai hal seperti ini terulang lagi.

Sementara itu, Rudi seorang pemilik sekaligus pimpinan perusahaan di jakarta, memerintahkan staf legal perusahaan untuk melaporkan hingga menjebloskan ke dalam penjara seorang karyawan yang lalai mengerjakan tugas. Dari informasi yang saya dengar dari staf legal tersebut, meskipun tidak merugikan keuangan perusahaan, kelalalian karyawan tersebut membuat pimpinan marah.

Dari kisah Eko dan Rudi, kita dapat mengira ngira perbedaan gaya kempemimpian keduanya. Bila mereka mengikuti program pelatihan kepemimpinan selama dua hari, dilatih oleh trainer berpengalaman dengan metodologi yang sama, hasilnya pasti berbeda. Respons seseorang terhadap suatu kejadian berkaitan dengan kebiasaan dan kebiasaan seseorang menentukan kualitas kepemimpinannya.

Dari pengalaman memenuhi undangan pelatihan kepemimpinan di lebih dari dua ratus perusahaan sejak 2005, terbilang jarang pimpinan perusahaan atau chief of huma capital yagn sengaja penuh totalitas merancang pengembangan kepemimpinan gaya karyawan dari perspektif kebiasaan. Itulah salah satu alasan terbesar mengapa program pelatihan dan pengembangan kepemimpinan di berbagai organisasi atau lembaga tidak membuahkan hasil optimal. Itu pula alasan saya menulis buku ini. Saya berharap buku ini dapat menjadi alternatif solusi terhadap krisis kepemimpinan yang tengah kita hadapi. Saya sangat yakin saat masing masing individu sengaja berlatih dan dilatih menjadi pemimpin yang lebih efektif, kesejahteraan bersama akan semakin terwujud ( better life for all )

 

Hubungan kebiasaan dengan kepemimpinan

Kita tahu kebiasaan adalah serangkaian pemikiran, perilaku, dan emosi otomatis yang tidak disadari dan diperoleh melalui pengulangan. Lalu, apa hubungan kebiasaan dengan kepemimpinan yang efektif ? segalanya, Paulus dari Tarsus pernah menulis “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.. Aku, manusia celaka ! siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini ?” Betul, konteks tulisan tersebut adalah tentang natur dosa yang diam di dalam diri manusia dan bahwa hanya anugerah Tuhan yang dapat melepaskannya. Namun, saya juga meyakini bahwa kalimat tsb dapat dimaknai dari sisi pergulatan manusia dalam kesuitannya mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan baik.

Dalam buku berjudul Good Habits, Bad Habits, Wendy Wood, menjelaskan temuan bahwa 43-88% dari waktu keseluruhan, tindakan kita adalah kebiasaan, yang terjadi tanpa pengaruh pikiran sadar. Sementara, menurut Dr Joe Dispenza, seorang neuroscientist, seseoang yang berusia di atas 35 tahun, 95% dari siapa diri orang tersebut, yaitu seperangkat perilakunya. Merupakan hapalan, reaksi emosional. Kebiasaan tak sadar, sikap bawaan, serta kepercayaan dan persepsi yang bergungsi, seperti program komputer. Jadi seseorang dapat mengatakan  dalam 5% pikiran sadarnya saya ingin sehat, saya ingin bahagia. Saya inigin sukses. Saya ingin menjadi pemimpin yang efektif. Namun, kondisi tubuhnya berada pada program yang berbeda. Menurutnya, kebiasaan adalah ketika anda telah melakukan sesuatu berkali kali sehingga tubuh tahu bagaimana melakukannya lebih baik daripada pikiran anda.

Sean Covey pernah mengatakan, kebiasaan ktia akan membuat kita  sukses atau membuat kita gagal. Kita menjadi seperti apa yang kita lakukan berulang ulang sehingga dapat disimpulkan bahwa :

Kualitas kepemimpinan seseorang merupakan cerminan langsung dari kualitas kebiasaannya. Ketika anda mempimpin dengan semangat penuh antusias, integritas dan komitmen pada kualitas kerja yang tinggi,  sebagian besar anggota tim akan bekeja dan memimpin dengan semangat, serta penuh antusiasme, integritas dan komitmen pada kualitas kerja. Sebaliknya, jika sebagai pemimpin anda bekerja malas malasan, pesimis, tidak jujur, dengan kualitas kerja rendah, seiring waktu sebagian besar tim anda akan mencerminkan hal yg sama.

Dalam buku Atomic Habits, James Clear menulis bahwa semua hal besar berasal dari awal yang kecil. Bibit setiap kebiasaan adalah keputusan tunggal yang sangat kecil. Namun, ketika  keputusan itu diulang. Kebiasaan berakar dan bertumbuh makin kuat. Akar akar mencengkram makin dalam dan cabang cabang terus tumbuh. Usaha menghentikan kebiasaan  buruk sama seperti merobohkan pohon beringin yang sangat besar dalam diri kita. Usaha membangun kebiasaan baik sama seperti merawat tanaman bunga penuh komitmen setiap hari.

The Relationship of Habits to Leadership

“When nothing seems to help, I go and look at a stonecutter hammering away at his rock, perhaps a hundred times without as much as a crack showing in it. Yet at the hundred and first blow it will split in two, and i know it was not that last blow that did it, but all that had gone before”

Jacob A. Riis,

Social Reformer