Membangun keselarasan dalam Tim
Kerjasama tim menjadi prioritas utama dalam bisnis saat ini. Perusahaan telah melakukan lebih banyak hal dengan anggaran yang semakin ketat. Dengan demikian, pemimpin harus menemukan cara yang lebih efektif untuk berkolaborasi. Sementara itu, karyawan dari Generasi Milenial, Generasi Z, dan Generasi Alpha terus menuntut kejujuran dan empati dalam bisnis dan pekerjaan. Para manajer atau direktur harus memimpin secara transparan. Ditambah lagi adanya norma baru, yaitu bekerja secara hybrid dan jarak jauh.
Bagaimana tim memengaruhi kinerja bisnis ? jawabannya sederhana, kita membutuhkan kerjasama tim dan kolaborasi. Jika perlu, kita dapat mempertahankan orang orang terbaik, mendorong eksekusi dari strategi sehingga tercapai misi, serta menetapkan visi dan target.
Dalam bahasa Indonesia, alignment diartikan penyelarasan. Ada keselarasan tim untuk bekerja menuju dan mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, keselarasan tim hadir di tempat kerja ketika semua anggota memilki pemahaman yang baik tentang misi, visi, strategi dan nilai nilai budaya perusahaan. Setiap anggota tim juga perlu memahami peran dan tanggungjawab masing masing. Tidaklah cukup mengetahui tujuan akhir. Semua pihak harus mendayung ke arah yang sama.
Keselarasan tim memiliki tiga manfaat, Pertama, meningkatkan keterlibatan dan kepuasan karyawan dalam bekerja. Hal itu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga karyawan terdorong memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Tingkat retensi karyawanpun meningkat atau keluar masuk karyawan ( turn over ) berkurang. Kedua, semua pihak memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai dan mendukung relasi kerja saling percaya sehingga pengambilan keputusan menjadi cepat. Dengan demikian, setiap karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan secara efektfi dan efisien. Ketiga, perusahaan terus bertumbuh untuk kesejahteraan bersama.
General Dwight D Eisenhower menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah seni memengaruhi orang lain agar bersedia melakikan sesuatu yang ingin anda lakukan karena dia ingin melakukannya. Artinya, seorang pemimpin harus memiliki tujuan dan tahu apa yang perlu dilakukan.
Mengabaikan ketidakselarasan dapat membawa keberuntungan jangka pendek. Namun, seiring waktu, sering kali ada harga tinggi yang harus dibayar. Harga ini dibayar oleh tim, pelanggan dan keuntungan jangka Panjang anda.
Adapun sejumlah tanda ketidakselarasan dalam tim atau perusahaan bisa dilihat dari lima tanda. Pertama, masing masing individu tau departemen cenderung memikirkan dan memperjuangkan kepentingan sendiri ( silo mentality ). Anggota tim tidak saling berbagi informasi dan tidak ada budaya tolong menolong. Kedua, tidak saling percaya, tetapi saling mencurigai sehingga membutuhkan banyak pertemuan untuk membahas suatu topik. Akibatnya, pengambilan keputusan menjadi terlalu lama. Ketiga, tanggung jawab masing masing orang tidak jelas sehingga pekerjaan tumpeng tindih. Akibatnya, rawan terjadi kebingungan, kesalahpahaman bahkan konflik antar karyawan. Keempat, kondisi kerja seperti itu membuat semua orang merasa tidak nyaman sehingga bekerja tanpa semangat, turn-over meningkat sehingga penyelesaian pekerjaan sering tertunda dan kualitasnya membuat pelanggan kecewa. Pada akhirnya, pendapatan perusahaan terus menurun.
Lima tahap pengembangan tim Perlu dipahami terlebih dahulu mengenai lima tahap pengembangan tim yang ditemukan dan dikembangkan oleh psikolog Pendidikan Bruce Tuckman. Dia menyebut lima tahap tersebut adalah pembentukan ( forming ), membadai ( storming ), normalisasi ( norming ), berkinerja ( performing ) dan berpisah ( adjourning )
- Tahap pembentukan ( Forming )
Tahap ini merupakan tahap pertama pembentukan tim. Misalnya, untuk membentuk keluarga, sepasang suami istri melangsungkan pernikahan. Tahap ini identic dengan ketidakpastian karena anggota tim masih belum memahami secara jelas terkait tujuan kelompok. Dalam konteks perusahaan, para karyawan mulai saling berkenalan.
- Tahap membadai ( storming )
Istilah membadai sengaja digunakan untuk menjelaskan bahwa pada tahap ini sering terjadi kesalahpahaman, kekecewaan, dan konflik. Anggota tim mungkin tidak setuju dengan tujuan maupun arah. Pada tahap ini, terjadi tabrakan antara harapan dan kenyataan. Energi atau sumber daya lain dihabiskan dalam aktivitas yang tidak produktif. Timbul adu pendapat, kemarahan hingga kegagalan. Masing masing anggota tim mulai bekerja, tetapi cenderung mempertahankan pendapat sendiri dan menolak segala bentuk Batasan yang ditetapkan kelompok terhadap individu. Untuk melewati tahap ini, setiap orang termasuk pemimpin tim harus belajar memahami apa yang sedang terjadi ( understanding ), kemudian menyesuaikan diri ( adjusting ). Memahami pihak lain membutuhkan kerendahan hati dengan menurunkan ego. Menyesuaikan diri membutuhkan spirit yang bersedia memberi.
- Tahap normalisasi ( norming )
Kata kunci pada tahap ini adalah normalisasi, yaitu tindakan menjadikan normal ( biasa ) kembali. Tahap ini hanya bisa diraih oleh suatu tim bila tidak menyerah pada tahap sebelumnya. Sebaliknya, sungguh sungguh mau mengerti satu sama lain dan belajar menyesuaikan dengan memberi maaf atau bantuan. Tim membutuhkan pemimpin dan anggota yang memiliki kedewasaan spiritual dan kecerdasan emosi. Pada tahap ini, mulai terbentuk hubungan yang dekat antar anggota tim. Anggota tim mulai menetapkan aturan aturan dan menemukan cara berkomunikasi yang tepat untuk mencapai tujuan. Consensus juga berkembang seputar siapa yang memimpin, siapa yang dipimpin, dan peran atau tugas masing masing, tahap ini ditandai adanya peninjauan ulang dan penjelasan terkait tujuan tim. Muncul juga persahabatan dan kerja sama antar anggota tim. Mereka mulai dapat mendengarkan pendapat anggota lain, serta mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan. Di sini, kesalahpahaman mulai diselesaikan. Rasa kohesi dan persatuan pun muncul. Walau masih disebut bayangan tim, kinerja tim meningkat karena semua mulai berfokus pada pencapaian tujuan.
- Tahap berkinerja ( Performing )
Pada tahap ini, anggota tim sudah mampu bekerja dan menjalankan fungsinya. Kesatuan hati sudah ada. Tujuan yang ingin dicapai serta tugas tanggung jawab masing masing sudah jelas. Ada struktur yang jelas dan stabil, dan anggota berkomitmen pada misi tim. Masalah dan konflik masih muncul, tetapi ditangani secara konstruktif. Tim berfokus pada pemecahan masalah dan mencapai tujuan. Selain itu, semua anggota juga memiliki kebersamaan, rasa percaya diri, kreatif, berinisiatif dan bersemangat tinggi.
- Tahap pembubaran (adjourning )
Tidak ada tim yang utuh selamanya. Pemimpin tim bisa mendapatkan promosi atau pindah lokasi, demikian juga anggota tim. Dengan demikian, tim mengalami perubahan formasi. Pemimpin bisa berganti atau anggota tim bertambah. Artinya, kembali dibutuhkan kesediaan untuk saling memahami dan menyesuaikan diri. Saat berpisah, mungkin ada perasaan sedih ( mourning ) sehingga untuk sementara waktu motivasi dan hasil kerja menurun. Namun, perasaan tersebut janganlah berlarut larut karena tim harus terus berjuang untuk mencapai misi dan visi.
Kiat praktis membangun keselarasan dan kerjasama tim
#1. Menetapkan tujuan atau visi
Dalam membangun keselarasan tim, clarity is the key. Visi atau tujuan dan sasaran yang ingin dicapai bersama harus jelas. Hal ini akan memotivasi seluruh tim untuk mengerahkan upaya mencapainya.
#2. Membuat rencana strategis
Setelah menetapkan visi atau tujuan bersama, pemimpin perlu membuat strategi yang tepat untuk mencapainya, ini membutuhkan diskusi bersama perwakilan tim yang memahami proses bisnis dengan baik menggunakan analisis SWOT ( Stengths, Weakness, Opportunities, Threats ), Balanced Scored, OKR (Objectives and Key Results )
#3. Menetapkan peran dan tanggungjawab
Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas. Strategi untuk mencapainya sudah dibuat. Sekarang, siapa yang mengerjakan. Struktur organisasi dibuat sehingga semua pihak mengetahui jalur pengambilan keputusan. Deskripsi kerja dan KPI ( Key Performance Indicators ) dibuat dan disosialisasikan kepada semua pihak. Perlu diingat, ada anggota tim yang mungkin gagal memberi hasil kinerja terbaik. Hal ini bukan karena tidak mau atau tidak mampu, melainkan karena tidak tahu apa yang diharapkan darinya.
#4. Menetapkan prinsip nilai
Bagaimana setiap anggota tim bekerja. Khususnya ketika tak ada seorang pun yang melihat. Itulah esensi buku ini, yaitu membangun kebiasaan individu dan budaya tim atau perusahaan dengan menetapkan prinsip nilai bersama, yaitu nilai inti perusahaan.
#5. Komunikasi efektif
Seseorang bisa tanpa sengaja mengatakan atau melakukan sesuatu yang menjauhkan tim dari tujuan yang ingin dicapai. Karena itu, penting bagi anggota tim untuk saling menegur dan mengingatkan. Hal ini membutuhkan keterampilan berkomunikasi yang efektif. Dari budaya saling mendengar hingga berbicara secara asertif. Anggota tim yang merasa didengar dan dimengerti akan lebih terikat dengan tim kerja.
#6. Mengelola konflik
Bahkan setelah berhasil membuat dan melakukan tahap 1-5, tetap ada kemungkinan terjadi konflik, baik internal maupun dengan pihak eksternal. Untuk itu, diperlukan ketrampilan , mengelola perbedaan pandangan dan konfik karena konflik bukan untuk dihindari, melainkan dikelola secara baik.