Menghadapi Masa Depan Dalam Satu Dekade
Dunia dalam satu dekade akan berubah sangat drastis. Jika Anda adalah Generasi X seperti saya, mungkin Anda pernah mengalami masa-masa kecil bahagia di tahun 1980an dan 1990an. Dunia terasa tidak demikian menyeramkan, ada rasa aman dan keyakinan akan kemanusiaan yang kental.
Bukan berarti dalam satu dekade di muka kemanusiaan akan sirna, namun kita akan hidup dalam dunia yang sangat penuh resiko. Perjuangan akan semakin terasa, bahkan untuk menikmati hal-hal yang kita sepelekan saat ini.
Andrew Winston dalam MIT Sloan Management Review menyebutkan ada sembilan tren utama yang akan sangat menentukan arah peradaban dan bisnis di tahun 2030an.
Satu, populasi melejit tinggi.
Hari ini, populasi dunia mencapai 7,5 miliar. Dalam satu dekade, angka ini akan bertambah satu miliar, yaitu mencapai 8,5 miliar. Jumlah mereka yang berusia 65 ke atas akan mencapai 1 miliar dan ini merupakan angka fantastis. Belum pernah dalam sejarah planet ini, populasi manusia belum pernah setinggi ini.
Dua, urbanisasi membebani kota-kota besar.
Dua pertiga populasi dunia akan berpusat di kota-kota megapolitan seperti Jakarta, Bombay, Tokyo, Beijing, Hanoi, New York City, Los Angeles, London, Sydney, Frankfurt, dan sebagainya. Dan mayoritas akan berada di Asia. Beban super berat sebesar 5,7 miliar orang di wilayah urban jelas akan membebani tanah, sumber daya alam, dan segala macam fasilitas publik dan privat. Kompetisi hidup jelas akan semakin tinggi, kriminalitas meningkat, dan kesulitan beraktivitas semakin umum.
Tiga, transparansi dan ketelanjangan data.
Transparansi memang baik, namun ketelanjangan data akan menihilkan privasi setiap individu. Tiada lagi hal-hal pribadi karena setiap segi kehidupan telah punya catatan data publik yang berupa jejak digital. Pro dan kon ketelanjangan ini dapat membawa perbaikan maupun keterpurukan.
Empat, krisis iklim sudah bukan lagi wacana.
Greta Thunberg akan telah berusia hampir 30 tahun dan suhu telah naik lebih dari 1.5 derajat Celsius, bahkan bisa jadi telah lebih dari 2 derajat. Ambang laut juga semakin tinggi sehingga daerah-daerah pesisir sudah tenggelam dan para pengungsi iklim akan semakin umum.
Lima, sumber daya alam semakin menipis dan tidak tersedia bagi golongan-golongan tertentu.
Jelas sumber daya alam yang tidak terbarukan termasuk air akan semakin menipis. Bisa jadi EV (electric vehicle) sudah menjadi umum mengingat minyak bumi telah mencapai titik super tipis yang tidak lagi dapat dieksploitasi. Bagi golongan ekonomi lemah, jelas kondisi ini dapat mempersulit kehidupan.
Enam, teknologi bersih menjamur.
Kendaraan listrik dan kendaraan terbang akan mendominasi jalan-jalan utama dunia, termasuk di Indonesia. Sedangkan teknologi berbasis data akan menjadi pilar bagi teknologi bersih yang mengatasi berbagai masalah polusi, energi, dan perairan. Berbagai jenis baterai untuk menyimpan tenaga terbarukan seperti tenaga air dan tenaga surya akan dijumpai di setiap rumah.
Tujuh, pergeseran teknologi utama.
Teknologi utama berbasis machine learning dan artificial intelligence akan mendominasi Internet dan non-Internet. Berbagai bentuk digitalisasi dan Internet of Things akan menjadi sangat umum. Tiada lagi jeda waktu tunggu dalam mendapatkan informasi.
Delapan, kebijakan global vs privatisasi.
Sektor privat akan sangat perannya dalam memastikan peradaban menuju ke arah energi bersih dan terbarukan. Kebijakan publik akan mengacu kepada berbagai konvensi internasional yang mengutamakan penyelamatan bumi dari proses penggerusan krisis iklim. Indonesia juga pasti akan mengikuti tren ini.
Sembilan, populisme vs otokrasi.
Perseteruan antara populisme tulus dan populisme semu (otokrasi berkedok populisme) akan terus berlangsung dan mengancam keberlangsungan planet bumi yang aman dan hijau. Pencerahan kesadaran akan proses planet extinction semakin membutuhkan advokasi gencar dan efektif.
Bagi para pebisnis, kesembilan tren ini membawa berkat tersendiri, sepanjang data yang digunakan dapat dipercaya. Saran penulis, gunakan kesempatan ini untuk meningkatkan teknologi bersih dengan sumber daya alam terbarukan.
Kuncinya, sukses di dekade 2030an bukan diukur dari profit dan growth dalam bentuk angka-angka IDR, namun dari seberapa besar bisnis kita membawa manfaat demi keberlangsungan bumi yang lebih bersih dan terbarukan. Generasi masa depan merupakan stakeholder terbesar kita. Ingat ini selalu.