Mengapa MLM tahan resesi pandemi
Sektor usaha penjualan langsung (direct selling) yang sering kali dioperasikan secara multi level alias MLM ternyata termasuk salah satu sektor yang bertahan dengan baik di era resesi pandemi ini. Ketika sektor-sektor bisnis lainnya kolaps karena menurunnya omzet secara drastis, sektor ini malah mengalami peningkatan.
Berdasarkan informasi dari laporan kegiatan 147 perusahaan penjualan langsung pada tahun 2019, mereka mencatatkan transaksi penjualan sebesar Rp 14,7 triliun. Ini semua diraih oleh 5,3 juta anggota jaringan alias networker alias mitra usaha.
Bahkan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sendiri pernah menyebut bahwa direct selling mampu menjaga roda ekonomi di era pandemi Covid-19 ini. Keunggulannya adalah cara kerjanya yang berbasis komunitas. Jadi, ada captive market yang merupakan pembeli berulang (repeat customer).
Selain itu, sektor ini juga menjaga keberlangsungan usaha manufaktur di dalam negeri. Tahukah Anda bahwa 51,86 persen jenis produk yang dijual bisnis-bisnis MLM merupakan produk dalam negeri? Ini terlepas dari asal negara holding company-nya yang sering kali merupakan PMA (penanaman modal asing).
Hebatnya, sering kali kita “terkecoh” bahwa suatu produk penjualan langsung ternyata “buatan Indonesia” setelah lama teryakini oleh kualitas internasionalnya. Di Indonesia sendiri, perusahaan-perusahaan manufaktur penerima outsource atau maklon suplemen kesehatan dan produk-produk skincare memang telah sejajar dengan kualitas negara-negara lain.
Misalnya, telah ada teknologi nano yang digunakan dalam memproduksi makanan sehat berdaya serap tinggi oleh tubuh. Selain itu, kualitas produk yang dihasilkannya pun sangat halus dan mampu bersaing secara global. Sebagai contoh produk-produk peptida dengan berukuran nano asal Indonesia telah mampu menembus pasar internasional tanpa banyak gembar-gembor.
Dalam artikel ini, mari kita bahas karakteristik MLM yang membuatnya tahan banting, menguji reputasi perusahaan MLM, mengenali bisnis MLM yang baik versus money game alias skema piramida uang.
Satu, perusahaan MLM dengan reputasi baik pasti mempunyai izin-izin dan legalitas yang baik dan benar. Sebagai contoh, di Indonesia ada sekitar 60 perusahaan penjualan langsung, menurut AP2LI (Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia).
Entitas-entitas tersebut dapat dipastikan mempunyai bukti pendirian PT, keanggotaan AP2LI, keanggotaan standarisasi (seperti ISO), keanggotaan profesional, dan keanggotaan kemurnian konten produk. Mereka juga dapat menunjukkan hasil lab asli akan kandungan
Dua, bisnis MLM yang bereputasi baik pastinya tidak menjanjikan keuntungan besar dalam sekejap tanpa berusaha apa-apa. Walaupun mungkin marketing plan mereka tampak sangat menjanjikan, perhatikan bahwa perusahaan bonafide tidak pernah menjanjikan penghasilan pasti per bulan.
Bisa saja dijabarkan skenario penghasilan per bulan atau per hari dengan kalkulasi asumsi tertentu. Ini bukanlah janji, namun merupakan motivasi untuk mencapai gol. Amatilah dengan seksama. Hindari yang “berjanji” karena setiap bisnis membutuhkan usaha nyata.
Tiga, di era Revolusi Industri 4.0 ini, bisnis jaringan juga telah sangat praktis distribusinya karena menggabungkan sistem dropshipping dan e-commerce. Tidak lagi perlu menyimpan stok bergunung-gunung yang membutuhkan modal tidak sedikit dan tempat yang luas untuk menyimpan.
Dengan sarana pengiriman alias jasa kurir yang semakin menjamur, order dapat disampaikan online untuk diproses oleh kantor pusat dan produk dikirim secepatnya. Ini sangat memudahkan para networker untuk bergerak secara online dan offline tanpa perlu dibebani oleh persyaratan-persyaratan membebankan.
Empat, bisnis MLM (MLM) atau direct selling (DS) sangat berbeda dengan skema piramida (SP) atau money game (MG). SP atau MG tidak mempunyai produk atau produknya hanya kecil saja dan dibeli satu kali pada awal keanggotaan. Jika ada produk, ia pun tidak mempunyai makna fungsional yang memadai.
SP atau MG juga menjanjikan “easy money.” Saat bergabung, anggota-anggota baru mungkin belum begitu memahami mengenai produk yang ditawarkan, namun lebih “tergiur” akan kesempatan mendulang uang cepat dan banyak.
MLM dan DS mempunyai produk eksklusif dan biasanya berkualitas sangat tinggi sehingga keanggotaan seseorang mempunyai perceived value yang “worth it.” Misalnya, dua produk makanan sehat nutrisi peptida dengan proses nano teknologi yang penulis kenal betul kualitasnya sebagai pengguna adalah Alphameta dan Zelner dari Magic Life. Kedua produk ini mampu mendampingi pasien-pasien penyakit kronis seperti kanker, stroke, jantung, diabetes, dan autoimun dalam proses pengobatan dan penyembuhan mereka agar maksimal.
Bisnis MLM bonafide tidak memaksakan penjualan minimum bulanan yang besar dan “menjebak.” Sistem naik peringkat anggota juga tidak “mencekik leher” namun dapat terjadi secara organik tanpa memberatkan secara finansial dan moral.
Permendag No. 70/2019 tentang Distribusi Barang Secara Langsung menyatakan bahwa perusahaan direct selling sendiri punya kewajiban untuk meningkatkan kualitas para mitra mandiri atau networker dengan berbagai pelatihan yang meningkatkan soft skills dan kemampuan menjual. Dengan kualitas diri yang semakin tinggi, maka masa depan bisnis ini niscaya juga semakin menjanjikan. Bahkan di era resesi pandemi.[]