Memilih memulai UKM atau Startup ?>
                     </div>
                     <div class=

Memilih memulai UKM atau Startup ?

Anda ingin memulai bisnis kecil-kecilan. Nah, apakah itu adalah UKM (usaha kecil menengah) atau startup? Bukankah semua bisnis yang baru dimulai disebut sebagai “startup” terlepas dari volume, jumlah pekerja, dan total asetnya?

Apakah sebaiknya memulai “startup” yang mungil dulu alias “UKM”? Memulai startup yang UKM atau memulai UKM yang startup? Atau hanya memulai startup tanpa embel-embel UKM? Atau memulai UKM yang startup?

Tidak perlu bingung. UKM dan startup memang banyak kemiripan namun kita dapat jernihkan posisi mereka masing-masing.

Kejernihan ini sangat penting agar Anda dapat mengenali calon-calon penanam saham dan bagaimana mendekati mereka. Selain itu, Anda dapat mengidentifikasi dengan presisi seberapa cepat skalabilitas tertentu dapat dicapai sehingga valuasi dapat meningkat signifikan.

“Startup” adalah terminologi yang pada awalnya secara umum digunakan untuk bisnis software, aplikasi maupun teknologi lainnya. Kini, istilah “startup” termasuk bisnis-bisnis konvensional yang dahulu tidak melibatkan teknologi, namun sekarang menggunakan aplikasi Apple dan Android sebagai pendukung distribusi dan penggunaannya.

Sebagai contoh, SayurBox dan Fore adalah penjual sayur-mayur dan penjual kopi zaman now. Mereka termasuk startup berpotensi besar. Aplikasi mereka pun sangat convenient dan termasuk canggih.

Para pendiri startup sendiri pada umumnya sangat aware dengan fase-fase pendirian (inception), pengembangan (growth), kematangan (maturity), dan penurunan (decline). Nah, di fase pendirian ini seed funding dan round funding memungkinkan untuk skalabilitas luar biasa.

Intinya, sebuah “startup” zaman now punya visi skalabilitas yang doable. Jadi, golnya adalah suatu bisnis yang dapat dinikmati oleh jutaan pengguna (user) tanpa perlu ditangani oleh customer service dan pegawai adminstrasi dalam jumlah besar.

Misalnya, dengan modal Rp 1 miliar, bisnis diproyeksikan akan menghasilkan Rp 10 miliar omzet dan divaluasi sebesar Rp 100 miliar. Para investor awal pada umumnya lebih senang menjual bisnis tersebut dengan valuasi minimal 10 kalinya daripada hanya mendapatkan dividen berdasarkan jumlah saham yang dimiliki.

Dengan startup, quick growth dan quick money adalah inti permainannya. Tentu saja IPO merupakan gol berikutnya, namun ini umumnya yang telah mencapai valuasi USD 100 jutaan. Untuk startup dengan visi pencapaian IPO, tentu skalabilitas berkali-kali lipat dalam waktu secepat mungkin adalah harapannya.

Nah, sebuah startup bisakah merupakan UKM (usaha kecil menengah)? Bisa saja. Pada tahap inception, setiap bisnis pernah dimulai sebagai sel bisnis. Bahkan Apple, Facebook, dan Google diawali di garasi rumah atau kamar asrama mahasiswa.

Namun, sebuah UKM belum tentu merupakan startup yang punya potensi menjadi bisnis bervaluasi jutaan USD. Jadi, sebuah UKM merupakan jenis dan ukuran bisnis yang tetap.

Misalnya, sebuah restoran bakmi di dalam gang bisa saja tetap merupakan UKM kuliner sampai berpuluh-puluh tahun lamanya. Bukan karena tidak punya kapital untuk tumbuh kembang, karena bisa saja ia membuka puluhan cabang di seantero Indonesia.

Yang sangat membedakan antara “startup teknologi” dengan bisnis “UKM konvensional” adalah visi ke depannya. Startup mempunyai kejernihan visi akan milestone pertumbuhan yang terus meningkat, biasanya dalam kelipatan 10 (sepuluh). Dan exit strategy telah matang direncanakan sejak awal.

Bisnis UKM konvensional biasanya “mengalir seperti air” tanpa visi dan exit strategy yang jelas. UKM juga dikenal sebagai bisnis padat karya yang skalabilitasnya termasuk rendah.

Bandingkan bisnis kecil penjual teh boba gerobakan dengan startup sosmed. Bisnis gerobakan membutuhkan minimal 1-2 orang pegawai untuk menjalankan sebuah gerai portabel.

Skalabilitas bisnis gerobakan membutuhkan 100 hingga 200 orang pegawai untuk meningkatkan omzet 100 kalinya. Beda sekali dengan startup teknologi yang bisa saja hanya mempunyai 10 pegawai, namun omzetnya mencapai jutaan USD dan jangkauan pasarnya global 24/7/365.

Konklusinya, setiap bisnis bisa saja mengaku sebagai “startup,” namun tanpa visi, exit strategy, dan strategi skalabilitas yang jelas, bisa jadi ia hanyalah UKM belaka. UKM bisa saja berbasis online, lho, tidak hanya yang gerobakan. Sedangkan startup bisa saja 100 persen online atau hybrid dengan aplikasi kekinian.

Selamat memulai startup atau UKM dengan semangat.