Crocs, Sandal Plastik Satu Miliar Dollar>
                     </div>
                     <div class=

Crocs, Sandal Plastik Satu Miliar Dollar

Siapa yang tidak kenal sandal plastik warna-warni Crocs (Nasdaq: CROX) yang banyak menghiasi mal-mal kota-kota kosmopolitan? Digemari tua dan muda dari berbagai kalangan, Crocs merupakan alas kaki kerja, bermain, dan berbagai aktivitas kasual. Bahkan kini memasuki pentas fashion bergengsi dunia.

Didirikan di Niwot, Colorado pada tahun 2002 oleh Scott Seamans, George Boedecker, Jr., dan Lyndon Hanson, Crocs yang berlogo buaya tersenyum ini diawali dengan produk sandal foam dan sandal untuk berperahu. Terbuat dari bahan closed-cell foam resin dengan model yang lebar sehingga super nyaman dikenakan, telah menjual lebih dari 300 juta pasang.

Hebatnya, terlepas dari gayanya yang sederhana, cenderung “rada bloon” dan apa adanya, ada unsur-unsur jenius yang patut kita teladani.

Satu, fashion statement penting bagi pecinta.

Setiap produk unggulan punya pro dan kontra yang sangat kontras. Crocs merepresentasi individualitas di atas konformitas dan personalisasi di atas generik. Beberapa generasi telah menikmati keunikan produk-produk Crocs dari kakek-nenek Generasi Baby Boomer yang memakainya untuk berkebun hingga generasi cicit Generasi Z yang memakainya sebagai fashion statement.

Para haters yang “benci” akan desain “buruk rupa” ternyata malah mendongkrak merek berlogo buaya ini. Di media-media sosial, dapat dijumpai para lovers dan haters yang bisa jadi sama banyaknya. Publisitas baik maupun buruk tetaplah publisitas. Dan ini bagi Crocs merupakan statement penting akan kekuatan merek mereka.

Dua, keberanian restrukturisasi.

Pada tahun 2007, Crocs mencapai puncak tertinggi dalam popularitas. Ia telah menggurita dengan berbagai kanal distribusi dan lini produk yang luar biasa banyaknya yaitu mencakup 5000 SKU.

Lantas, ketika Great Recession melanda pada tahun 2008, jadilah inventaris yang berlebihan menjadi beban. Siapa lagi yang perduli akan fashion dan membuat statement individualitas di kala pekerjaan dan tabungan kandas?

Pada tahun 2008 itu juga, Crocs merugi USD 185 juta. Sahamnya pun turun drastis hingga USD 1 saja. Kerajaan “Buaya” ini pun menanggung kebanjiran inventaris berlebih selama 2 tahun yang perlu segera mereka “singkirkan.”

Delapan puluh persen toko retail Crocs di mancanegara yang underperforming pun ditutup untuk selamanya. Keberanian restrukturisasi menandakan change management yang mulai bergigi dan ini ternyata membuahkan hasil positif di masa depan.

Tiga, refokus kembali ke desain dan kenyamanan pemakai.

Sandal Crocs bertipe clog, seperti sandal tradisional Belanda yang terbuat dari kayu merupakan desain tradisional yang dikemas secara modern dengan bahan closed-cell foam resin bernama Croslite. Bahan ini mirip plastik namun mempunyai pori-pori sehingga nyaman dipakai untuk bekerja dan beraktivitas yang berkeringat.

Setelah masa kehancuran di tahun 2008, Crocs akhirnya menyadari bahwa kekuatan mereka sesungguhnya adalah kenyamanan dari desain yang unik dan bahan baku berkualitas premium. Bisa dipahami, enam puluh persen dari sales mereka yang mencapai USD 5 miliar pada tahun 2019 berasal dari sandal tipe clog ini.

Empat, timing tepat gerakan “ugly fashion.”

Sandal tipe clog ini sangat relevan dalam tren fashion atletik santai dan gaya “ugly” di tahun 2017. Yang penting nyaman dipakai tanpa memperdulikan hirarki sosial.

Jadilah Crocs bekerja sama dengan fashion designer kondang dan retailer fastfood seperti Balenciaga Cristopher Kane, Kiss, KFC, dan Peeps untuk menelurkan edisi terbatas (limited edition). Bahkan sandal clog yang didesain atas kolaborasi dengan Post Malone dijual di StockX seharga USD 1000.

Di tahun 2019, Crocs berhasil meraup USD 1,23 miliar revenue dengan penjualan 67 juta pasang. Harga saham juga melonjak 500 persen. Ini merupakan tahun record breaking bagi mereka.

Di tahun 2020 ini, Crocs termasuk dalam 12 merek footwear terpopuler. Bisa jadi, tanpa pandemi, tahun ini juga merupakan tahun record breaking mereka. Namun Q1 menunjukkan penurunan penjualan 5 persen.

Lima, personalisasi membidik Generasi Z.

Crocs bisa menjadi bagian penting dalam kehidupan para remaja antara lain karena personalisasi ikon-ikon “charm” lucu yang dapat dipasang di lubang-lubang sandal. Namanya Jibbitz.

Dengan ikon-ikon mungil ini. Crocs kini menjadi favorit Generasi Z yang dilahirkan antara tahun 1995 dan 2010. Mereka punya preferensi mempersonalisasikan produk-produk generik. Strategi yang sangat tepat.

Akhir kata, Crocs bisa bertahan dalam jangkan panjang karena kualitas bahan baku, kenyamanan pemakaian, fungsionalitas, dan personalisasi produk. Mari kita nantikan perkembangan mereka selanjutnya.