
Berbisnis di Era New Normal
Kita dihimbau untuk “berdamai” dengan virus Covid-19 alias virus Korona. Ini dapat diinterpretasikan macam-macam, dari yang paling ekstrim hingga yang paling rileks.
Yang jelas, kemungkinan besar virus Korona akan terus ada dalam berbagai versi mutasinya. Dan tergantung para penderitanya, ada yang mengalami gejala ringan hingga parah.
Sebagai individu, kita perlu membiasakan diri untuk selalu menggunakan masker dan disinfektan. Bagaimana dengan bisnis? Apa saja bentuk-bentuk penyesuaian yang perlu dilakukan agar tetap bertahan di era pandemi ini?
Banyak teori mengenai tatanan dunia usaha baru dan bagaimana makro ekonomi seyogyanya diperbaharui demi kemanusiaan dan ekologi yang lebih dijunjung tinggi. Namun, bagaimana prakteknya?
Pertama, remote working, remote learning, dan remote activities akan semakin “normal.”
Jadi, bisa dipastikan e-commerce dan m-commerce semakin menjamur. Berbagai jenis jasa yang dapat disajikan dalam bentuk jarak jauh, pasti akan semakin dibutuhkan.
Kedua, struktur organisasi yang berbentuk garis lurus akan semakin berkurang. Bentuk kerja sama yang berbentuk sinergistik lingkaran akan semakin umum. Kepakaran yang diaplikasikan secara praktek akan semakin dihargai dibandingkan birokrasi struktural komando.
Ketiga, pengambilan keputusan semakin berdasarkan urgensi kekritisan kebutuhan.
Kepentingan akan penanggulangan penyebaran virus Covid-19 akan menempatkan posisi tertinggi, sehingga budget dialokasikan seefisien mungkin. Dari seragam hingga handling produk perlu diperbaiki agar tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Keempat, akomodasi kebutuhan konsumen tergantung kekritisan kebutuhan.
Sebagaimana pengambilan keputusan yang akan sangat dipengaruhi oleh urgensi kekritisan kebutuhan, akomodasi kebutuhan konsumen juga demikian. Jika dulu just-in-time merupakan salah satu pendekatan supply chain yang mengandalkan ketepatan prediksi demand, maka change-in-time merupakan pendekatan yang membutuhkan keberanian mengubah diri dalam sekejap dan tetap memberikan servis terbaik di era ini dalam seketika.
Sebagai contoh, delivery pembelian telah merupakan kebutuhan mutlak agar bisnis masih bisa berjalan, mengingat mayoritas konsumen di kota-kota besar menyadari bahayanya kerumunan. Jadilah setiap bisnis baik online maupun offline mempunyai divisi delivery yang mandiri atau bekerja sama dengan kurir.
Kelima, akselerasi realokasi sumber daya.
Perencanaan jangka panjang tentu dibutuhkan karena ini berfungsi sebagai arah keberadaan bisnis dan organisasi. Namun ketika dibutuhkan, alokasi dan realokasi harus dilakukan secara tepat dan cepat.
Keenam, faktor ekologi menjadi pertimbangan utama.
Semakin manusia sadar akan keterbatasan kita, semakin kita seharusnya menyayangi dan memelihara bumi dan alam semesta. Di lingkaran terkecil, lingkungan fisik yang bersih dan mendekati steril merupakan kondisi ideal. Di lingkaran terluar, setiap bisnis seyogyanya semakin paham akan efek langsung dan tidak langsung dari setiap aktivitas bisnis, terutama bagi kesehatan.
Ketujuh, akselerasi digitalisasi.
Tiada lagi bisnis yang tidak punya versi digitalnya. Apapun produknya, pasti dapat dijual dan didistribusikan secara digital dan online. Bisnis-bisnis tempo doeloe yang telah melegenda namun masih mempertahankan keanalogannya, kini adalah masa yang paling tepat untuk memaksa diri lompat ke era digital.
Kedelapan, otomatisasi dengan meminimalisasi pekerja manusia.
Komunikasi dan transaksi tanpa kontak (contactless) merupakan bentuk timbal-balik ideal karena pemindahan dan penyebaran virus dapat diminimalisir. Berbagai bentuk digitalisasi dan robotisasi akan semakin umum.
Kesembilan, pendidikan dan pelatihan bersifat sains semakin populer mengingat kebutuhan di dunia kerja dan dunia internasional. Dari riset vaksin, penyediaan APD dan disinfektan sampai ke masker dan hand sanitizer semakin dibutuhkan di mana-mana. Jadilah pelatihan-pelatihan di bidangnya menjadi sangat bernilai.
Kesepuluh, model bisnis dan model revenue jelas perlu dikaji ulang. Setiap organisasi perlu mempunyai backup dan safety plans berlapis untuk mengurangi kontaminasi dan penyebaran virus kepada para konsumen, pekerja, dan manajemen.
Akhir kata, “normal baru” pasca Corona bukan berarti dunia telah hancur, namun ini meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan diri untuk selalu siap fleksibel berubah selama dibutuhkan untuk kebaikan bersama.
Beberapa grup konglomerat dan startup di tanah air menggunakan Covid-19 ini sebagai kesempatan untuk membuka kesempatan bisnis baru. Ada yang memfokuskan diri pada health care consumption, seperti makanan sehat dan suplemen kesehatan seperti vitamin dan mineral. Ada yang membuka diversifikasi produk baru, seperti masker modis dari kain batik dan hand sanitizer yang melembabkan oleh Viva Cosmetics dan Wardah.
Mari kita pandang pandemi ini sebagai pembuka kesempatan baru, daripada penyebab resesi. Kuncinya adalah kemauan belajar, beradaptasi, dan meninggalkan apa-apa yang kaku dan tidak adaptable